Jumat, 01 Juni 2018

#modyarhood : Serunya Punya Keluarga Besar

Kembali lagi menulis untuk #modyarhood nya mbak byputy dan mbak mamamolilo. Tema bulan ini adalah konflik antar sepupu. Karena Mufa belum punya saudara sepupu dari keluarga inti ayah dan ibunya, maka tema kali ini akan membuat saya terlempar puluhan tahun ke masa kecil.

Arti saudara sepupu

Bagi saya yang merupakan anak tunggal, kehadiran saudara sepupu sangatlah berarti. Ibu saya sepuluh bersaudara, bapak saya tujuh bersaudara, jadi saudara sepupu saya banyak.

Ibu saya sendiri terbilang dekat dengan sepupu-sepupunya yang juga banyak. Selain karena ada pengajian trah tiap selapan (penanggalan Jawa), juga kebersamaan di masa muda mereka yang seru dan pastinya lebih seru daripada masa muda saya.

Beberapa hari yang lalu saya merasa kangen banget dengan suasana rumah simbah di desa ujung Selatan Jogja. Suasana semilir angin, halaman luas dengan hamparan gabah yang dijemur, bau khas "malam" dari kain batik (dulu simbah punya usaha batik), suara riuh rendah cucu-cucunya simbah pas lagi ngumpul, masak di dapur nya simbah yang super luas pakai tungku, ngasih makan ayam (dulu simbah ternak ayam), dsb. Momen tak terlupakan dan selalu dirindukan...yang kini telah hilang seiring kesibukan dan kepentingan masing-masing serta simbah yang sudah tiada.

Dulu, biasanya kami (bapak, ibu, saya) mudik tiap hari Minggu ke rumah simbah, kadang nginep juga. Eh..mudik? Kayak beda provinsi aja, jarak rumah kami dan simbah kurang lebih 25 km. Rasanya seneng banget. Saya bisa main dengan sepupu. Kalau pas nginep biasanya tidur diantara tumpukan kain batik sambil main jual-jualan. Kalau siang main pasar-pasaran di kebon, main bluluk (calon kelapa), trus sholat jamaah di langgar (mushola) nya simbah bersama para tetangga sambil cekikikan (maklum masih kecil). Kalau beruntung (ada yang ngajak) kami juga main ke sawah.

Oya...sebenarnya rumah simbah itu gak jauh lho sama pantai, gak nyampe 5 km kayaknya, tapi entah kenapa dulu kami tak lari ke pantai. Yah karena saat itu pantai Selatan Jogja belum seindah, sepopuler dan semenarik sekarang, juga kami masih terlalu kecil untuk bisa lari sendiri. Kalau sekarang mau lari ke pantai ya ayuk lah semangat 45 apalagi bisa nonton film kulari ke pantai...tapi bingung...Mufa mau ditaruh mana.

Satu lagi yang khas adalah suara adzan nya simbah Kakung almarhum, apalagi kalau waktu Subuh....nah jadi kangen kan.

Saat lebaran lebih bahagia lagi rasanya. Walau saya terlihat pendiam, tapi sesungguhnya saya sangat menikmati suasana ramai seperti itu, yang tidak saya dapatkan di rumah. Melihat ibu saling bertukar cerita dengan saudara kandungnya sementara anak-anak mereka berlarian kesana kemari, juga menyantap menu khas lebaran. Melihat simbah Kakung dan simbah Putri bahagia karena anak cucunya berkumpul pun jadi nikmat tersendiri.

Yang juga jadi kebiasaan anak cucunya simbah pas lebaran adalah mengunjungi saudara kandungnya simbah juga "besan" nya simbah. Jadi saya tahu siapa saja dan dimana saja rumah kakek nenek sepupu-sepupu saya. Tapi itu dulu, saat cucu-cucunya simbah belum berkeluarga. Seiring waktu berjalan, kami disibukkan dengan keluarga kami masing-masing. Ya..semua ada masanya. Dan kini tiba saatnya bagaimana agar kami bisa terus menjalin tali silaturahim, mengenalkan dan mengajarkan kepada anak-anak kami arti persaudaraan, juga siapa saja keluarga ayah ibunya. Apalagi untuk kami yang merantau, tentu tidak mudah karena jarang bertemu.

Itu baru sekelumit cerita di keluarga besar ibu, belum keluarga besar bapak. Lain lagi, kalau keluarga bapak lebih humoris dan kocak, jadi pasti lebih rame.

Konflik dengan sepupu

Hmm.... sepertinya saya terlalu asyik menikmati kebersamaan bersama mereka, jadi rasanya tidak ada konflik yang berarti. Selain pas ngumpul di tempat simbah, biasanya interaksi saya dengan sepupu adalah kebiasaan ibu menitipkan saya di tempat Bulik atau Budhe kalau sedang ada acara yang mana saya tidak mungkin ikut. Begitu juga sebaliknya, sepupu saya dititipkan di tempat ibu. Seru..ada temen main, hanya itu yang ada dipikiran saya saat itu.

Karena saya gak pernah punya konflik kakak adik, maka konflik antar sepupu rasanya layak dinikmati ha-ha-ha....itupun sepertinya gak parah. Misal, dulu pernah kunci lemari belajar disembunyikan sepupu, akhirnya bapak harus bongkar lemari untuk ambil topi sekolah yang harus dipakai untuk upacara.

Baiklah, tema kali ini membuat saya semakin sadar akan pentingnya menyambung tali silaturahim dengan keluarga, apalagi sebagai perantau. Tugas rumah untuk mengenalkan kepada anak-anak kami tentang siapa saja keluarganya. Seperti kata kakak sepupu saya yang sering berkirim kabar dan foto lewat WhatsApp, dia bilang ke saya bahwa foto saudara-saudara kami di print saja , supaya Mufa tahu siapa saja keluarganya.. he-he-he.

Sumber gambar : pinterest

Akhir kata, keluarga adalah tempat yang selalu bersedia menerima kita apa adanya...tempat pulang, tempat melepas penat, tempat yang menawarkan jutaan kebahagiaan.

Sumber foto : dokumen pribadi
Ini foto nikahan bapak ibu, bersama simbah, beberapa saudara ibu dan kakak-kakak sepupu saya, yang pastinya seru kalau bernostalgia. Jadul banget ya...
Sumber foto : dokumen pribadi
Ini cuma 5% nya keluarga besar kami



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rutin Mencatat Pengeluaran yuk

Dalam pengelolaan keuangan ada hal paling sederhan tapi kadang tidak dilakukan karena tidak sempat atau terlalu ribet atau malas yaitu menc...